Teladankalimantan.com – Setelah di Nusa Tenggara Timur (NTT), kini giliran di Kalimantan Barat dikabarkan tengah merebak Rabies. Setidaknya 10 orang telah meninggal dunia akibat rabies di dua kabupaten Kalimantan Barat.
Jumlah itu berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat, sampai dengan tanggal 7 Juni 2023.
Dari 10 orang tersebut, tujuh orang meninggal di Kabupaten Sintang dan 3 lainnya di Kabupaten Landak. Korban meninggal tertular rabies dari gigitan anjing yang tidak diberikan vaksin rabies.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat, Erna Yulianti menjelaskan, berdasarkan hasil penyelidikan epidemiologi menunjukkan bahwa semua kasus kematian akibat rabies terjadi dikarenakan kasus gigitan hewan penular rabies tidak dilaporkan ke fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes), sehingga kasus Gigitan Hewan Penular Rabies (GHPR) tidak ditangani sesuai dengan tata laksana yang benar (cuci luka dan pemberian VAR).
“Hasil penelusuran penyakit rabies pada hewan di Provinsi Kalimantan Barat telah ditemukan 9 sampel hewan terkonfirmasi laboratorium positif rabies di 5 Kabupaten/Kota di antaranya pada kabupaten Landak, Sintang, Melawi, Sekadau dan Kota Singkawang,” kata Erna, Jumat (9/6/2023).
Kasus gigitan hewan penular rabies di Provinsi Kalimantan Barat hingga saat ini terhitung sebanyak 1.674 korban. Kasus gigitan sebanyak 32% menyerang anak-anak di bawah 10 tahun, 14% menyerang remaja, 47% menyerang orang dewasa dan sisanya 7% adalah lanjut usia. Hewan yang menggigit 85% adalah anjing, 13% kucing dan 2% kera atau monyet.
Erna menerangkan, penyakit rabies dapat ditularkan dari air liur hewan penular rabies melalui gigitan atau cakaran. Hewan yang dapat menularkan rabies antara lain anjing, kucing, kera atau monyet, dan hewan berdarah panas lainnya.
“Pencegahan rabies di manusia dapat dicegah dengan peningkatan kesadaran akan pemeliharaan hewan dengan memperhatikan kesejahteraan hewan,” kata dia.
Rabies sendiri dapat dicegah dimulai dari hewannya yaitu dengan memberikan vaksin rabies yang dimulai sejak umur hewan 3 bulan dan diulang kembali setiap tahun sekali. Pemeliharaan dengan memberikan penanda kepemilikan pada hewan akan mempermudah pemilik dan masyarakat sekitar mengenal hewan dan asal hewan.
“Bagi masyarakat yang akan memelihara hewan diharapkan jangan mengambil hewan yang berasal dari lokasi tertular rabies dan belum diberikan vaksinasi rabies,” ujar Erna.
Tindakan pengendalian telah dilakukan Dinkes Kalbar dengan memberikan vaksin rabies pada hewan dan perlengkapan vaksinasi di lokasi yang terjadi kasus kematian dan positif rabies di hewan.
“Dinas Kesehatan Kalimantan Barat telah mendistribusikan kebutuhan Vaksin Anti rabies dan Serum Anti Rabies kepada kabupaten/kota yang membutuhkan dan melakukan komunikasi, edukasi dan informasi di masyarakat. Masing-masing kabupaten/kota telah dialokasikan operasional untuk pelaksanaan sosialisasi terkait rabies di masyarakat dan vaksinasi rabies pada hewan,” kata dia.
Kasus Rabies Meningkat
Sementara itu, data Kemenkes, kasus Gigitan Hewan Penular Rabies (GHPR) pada 2020 sebanyak 82.634, dengan 40 kematian. Pada 2021 sempat menurun menjadi sebanyak 57.257, dengan 72 kematian. Kemudian pada 2022 kembali meningkat sebanyak 104.229 kasus dengan 102 kematian.
“Puncaknya tahun 2022. Jadi pada tahun 2020, 2021 itu kan zaman Covid-19 semua kegiatan berhenti termasuk vaksinasi terhadap hewan peliharaan. Kemudian efektivitas vaksin yang disuntikkan kepada hewan juga sudah mulai menurun maka terjadi lonjakan yang luar biasa pada tahun 2022,” ujar Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes, Imran Pambudi dalam konferensi pers yang diikuti secara daring di Jakarta, Jumat (2/6). Demikian dikutip dari Antara.
“Dan 2023 sampai saat ini sudah ada lebih dari 31.000 kasus gigitan yang dilaporkan, dan ada 11 kematian,” paparnya.
Imran menambahkan, hingga Mei 2023 terdapat 25 provinsi yang menjadi endemis rabies dan hanya delapan provinsi yang bebas penyakit rabies. (Red)

































