Teladankalimantan.com – Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Rahmat Bagja mengajak generasi muda, mahasiswa, dan masyarakat kelas menengah mendengungkan anti-politik uang. Tiga kelompok tersebut dinilai mampu mempengaruhi pandangan politik masyarakat kelas lain.
“Yang menentukan isu itu kaum muda dan kaum (kelas) menengah. Kalau isunya kaum muda dan menengah tanpa politik uang, maka teman-teman yang di bawah pasti akan mengikuti,” kata Bagja di Jakarta, dilansir Rakyat Merdeka.
Menurut Bagja, isu yang harus dikampanyekan kelompok muda, mahasiswa dan kelas masyarakat menengah adalah tolak politik uang. Termasuk juga tolak serangan fajar. Pasalnya, politik uang bukan rejeki anak saleh.
“Gimana politik uang mau diberantas kalau mahasiswa dan kaum muda menganggap politik uang itu berkah, rejeki anak saleh,” ujar Bagja.
Bagja meyakini, apabila politik uang dalam Pemilu 2024 tidak ada, maka masyarakat akan semakin banyak mendapatkan kemanfaatan dari meningkatnya pelayanan publik oleh lembaga eksekutif dan legislatif.
“Kalau tidak ada politik uang jalan semakin baik, rumah sakit semakin baik, asuransi/BPJS akan semakin baik,” kata Bagja.
Ketua Bawaslu Sulawesi Utara (Sultra) Hamiruddin Udu mengatakan, menolak politik uang sangat penting dilakukan semua pihak, termasuk pemilih muda. Dengan begitu, tercipta pemilu yang demokratis, jujur, adil, bersih, dan sehat.
“Mereka harus menolak politik uang. Pemilih milenial ini harus tahu dulu bahwa dari aspek hukum menerima atau memberi pada pelaksanaan pemilu atau pilkada ada sanksi pidana,” katanya.
Hamiruddin menyebut, pemberi maupun penerima politik uang saat pemilu maupun pilkada terancam pidana kurungan penjara minimal tiga tahun. “Maksimal enam tahun,” ujarnya.
Dia menegaskan, tindakan politik uang juga akan merugikan masyarakat. Terpilihnya seseorang menjadi pemimpin dari tindakan curang, maka pemimpin tersebut tidak dapat melaksanakan pembangunan daerah dengan baik.
“Mereka (pemilih) harus meyakini bahwa pemilu atau pilkada yang dilaksanakan dengan cara-cara yang tidak benar, maka praktik ketidakbenaran itu akan terulang setelah calon-calon terpilih atau dilantik,” tegas Hamiruddin.
Musim Panen
Ketua Bawaslu Kalimantan Utara (Kaltara) Lili Suryani mengakui, persoalan politik uang menjadi momok yang sulit dihilangkan dalam setiap pelaksanaan pemilu maupun pilkada. Diperlukan pengawasan secara masif dan sanksi yang berat untuk memberikan efek jera kepada para pelaku dan penerimanya.
Menurutnya, politik uang termasuk kejahatan dalam demokrasi yang dapat mengganggu jalannya sistem pemerintahan, sehingga politik uang berpotensi menghasilkan sikap Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) di kemudian hari.
“Sebenarnya sebagian besar masyarakat sudah menyadari bahaya politik uang, tapi justru pemilu sering dimanfaatkan sebagian masyarakat sebagai aji mumpung. Ini musim pemilu, musim ada yang menganggap ini musim panen,” ungkapnya.
Lili mengimbau parpol untuk sama-sama memberikan pendidikan politik yang baik kepada masyarakat.
“Kami sangat menyayangkan kalau peserta ini terjebak dalam keinginan masyarakat melakukan transaksi politik uang,” katanya. (Red)

































